Hari
ini adalah hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran baru. Dan hari ini pula
untuk pertama kalinya aku menjadi wali kelas satu. Tiga hari pertama ini kelas
satu melakukan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Aku mengajar kelas 1B
yang berjumlah 29 siswa. Di hari pertama pengenalan ini aku memperkenalkan diri
di depan anak-anak berwajah polos dan lucu ini. Kulihat wajah mereka masih
takut karena baru pertama kali masuk Sekolah Dasar.
“Selamat pagi anak-anak. Perkenalkan saya bu Dina.” sapaku kepada mereka. Kuajak mereka bernyanyi bersama
, memperkenalkan diri di depan kelas dan melakukan permainan bersama. Setelah
melakukan berbagai macam kegiatan. Kuperhatikan wajah mereka yang awalnya takut
sudah mulai mencair dan berani unjuk gigi. Ketika semua anak sedang asik
mendengarkan ceritaku tentang sekolah ini tiba-tiba ada salah satu anak lelaki
bertubuh kecil yang duduk paling depan berkata:
“Bu, kapan istirahat? Aku lapar.” tanyanya
“Sabar ya nak istirahatnya
sebentar lagi, sekarang kan sudah kelas 1 jadi istirahatnya berbeda dengan
ketika masih di sekolah TK”. jawabku
sambil tersenyum.
Kulihat dia mulai
cemberut.
“Bintang tadi pagi belum
sarapan ya ?” tanyaku.
“Belum bu, ibuku nggak
masak.” jawabnya.
Kuajak semua anak
melakukan permainan ringan. Kulihat jam menunjukkan pukul 08.20 wib. Hmm kurang
10 menit lagi istirahat. Tiba-tiba anak yang duduk disebelah Bintang berkata
“Bu guru Bintang makan bu, jajannya ditaruh bawah meja.”
Kuhampiri mejanya dan
ku cek bawah mejanya ternyata dia menyembunyikan banyak makanan disana. Dia
hanya nyengir dengan wajah polosnya. Bersamaan dengan itu bel istirahat berbunyi.
Anak-anak yang lain beristirahat dihalaman sekolah. Aku mendekati Bintang dan
menasehatinya agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Ia menggangguk-angguk
tanda mengerti. Setelah istirahat anak-anak masuk kelas dan melanjutkan MPLS
kembali.
Tak terasa bel pulang berbunyi kuajak
anak-anak berdoa kemudian mereka berbaris untuk bersalaman pulang. Ketika kelas
mulai sepi salah satu wali murid mengampiriku. Beliau adalah mama Bintang.
“Ada apa ma?”. tanyaku
“Maaf bu sebelumnya saya ingin memberitahu mungkin
nanti setiap bulan Bintang akan sering tidak masuk karena harus cuci darah bu.
Anak saya memiliki penyakit kanker darah.” katanya
Aku terkejut anak
sekecil ini sudah merasakan penyakit ini. Aku hanya bisa menggangguk.
Di
hari-hari berikutnya aku mulai memahami karakter setiap murid dikelasku ini,
tidak terkecuali Bintang. Aku mulai memahami sifatnya yang hiperaktif, temperamental
dan jail. Banyak temannya yang mulai terganggu oleh sikapnya dan mulai
menjauhinya. Ada beberapa kejadian yang sangat menarik.
Hari
itu cuaca lumayan cerah. Ada salah satu anak bernama Chika membawa air minum
dingin dari rumah. Chika adalah teman sebangku Bintang. Bintang meminta air minumnya.
Chika memberinya. Tetapi hal diluar perkiraan terjadi. Bintang menghabiskan semua
minuman dingin dalam botol itu dan menyebabkan Chika menangis karena belum
sempat meminumnya. Kutegur Bintang kala itu , tapi ia malah mengamuk. Dia merasa
tidak bersalah, karena merasa telah ijin meminta pada Chika. Bersamaan dengan
itu bel istirahat berbunyi anak-anak yang lain kuperintahkan untuk istirahat
kecuali Bintang. Kutunggu amarahnya mereda. Setelah mulai reda aku mulai
menanyakan kepadanya dengan lembut.
“Bintang kenapa menghabiskan minuman yang dibawa Chika?”.
tanyaku
“Aku haus bu. Kan pengen minum. Masak minta gak boleh
kan aku sudah ijin.” jawabnya
sambil cemberut.
“Boleh kok Bintang minta air minum Chika atau teman yang
lainnya, tapi kalau minta jangan dihabiskan ya kasian temannya kan belum
minum.” jelasku
“Bu guru nggak tau aku itu pengen minum air dingin
soalnya dirumahku itu gak ada kulkas!”.
Aku yang mendengar
alasannya menahan tawaku. Ya allah anak ini sebenarnya setiap melakukan sesuatu
selalu ada maksud bukan hanya sekedar iseng. Kutenangkan dia, dan kuperbolehkan
dia untuk istirahat.
Sebelum bel masuk
berbunyi Bintang membawa makanan dan mendekatiku yang kala itu mengisi buku
penghubung. Dia berkata.
“Bu Dina, besok loh ibuku beli kulkas.” celetuknya.
“Loh iya ta? Wah enak setelah ini Bintang minum air
dingin terus dong.” jawabku
“Iya bu. Ibuku hutang di
toko Hartono.” jawabnya dengan muka
polos.
“Bintang kok tau kata hutang darimana ?” tanyaku.
“Kan Ibuku cerita terus
aku nguping.” jawabnya sambil
berlalu.
Aku menahan tawa
antara miris dan lucu. Lucu karena kata-katanya yang polos dan miris karena
anak sekecil ini sudah mengetahui istilah hutang.
Di
hari berikutnya ada kejadian yang juga menarik yang dilakukannya.
Hari itu aku
menjelaskan tentang penjumlahan. Semua anak mendengarkan penjelasan dengan
seksama. Setelah mendengarkan penjelasan dariku. Aku mulai mengajak mereka
berhitung bersama. Alhamdulillah mereka semua paham dan aku mulai memberikan
latihan soal. Anak-anak mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Setelah beberapa
menit mereka yang sudah mengerjakan menghampiri mejaku untuk kukoreksi
jawabannya dan mendapatkan nilai. Setelah semua mendapatkan nilai, anak-anak
kembali ketempat duduknya masing-masing. Sebelum melanjutkan materi kuajak
mereka Ice Breaking agar tidak jenuh. Kemudian lanjut ke materi lainnya.
Ketika akan memulai pembelajaran kembali Nanda salah satu anak merengek. Dia
mengatakan pensilnya hilang.,
“Bu pensilku hilang bu.” rengeknya
Kuhampiri mejanya dan ku cek tempat pensil, tas dan mejanya
termasuk dibawah meja ternyata nihil.
“Tadi ditaruh mana Nanda?” tanyaku
“Tak taruh meja bu.” jawabnya
“Sebentar ya ibu coba tanyakan teman-teman yang lain”. kataku menenangkannya.
Aku berdiri ke depan
kelas dan menanyakannya kepada anak-anak yang lain.
“Siapa yang menemukan pensilnya Nanda ? Warnanya
oranye dikembalikan ya anak-anak jika menemukan.”
Sayangnya tidak ada
yang menjawab. Akhirnya teman sebangku Nanda meminjaminya pensil. Ketika semua
mulai menulis tak berapa lama salah satu anak yang duduk disebelah Bintang berteriak.
“Bu guru, Bintang yang ambil pensilnya Nanda ini
warnanya oranye. Tadi Bintang gak pakek pensil ini.” selorohnya
Seiring dengan
perkataan anak tersebut, anak yang lain
mulai ribut dan mendekati Bintang sambil mengejek. Bintang mulai mengamuk. Aku
langsung menenangkan anak yang lain dan kuperintahkan untuk duduk dimeja
masing-masing. Kuhampiri meja Bintang yang wajahnya mulai merah padam tanda
amarahnya sudah dipuncak. Dia berteriak.
“Aku bukan pencuri!. Aku loh nemu dibawah meja !.” katanya dengan nada tinggi.
“Sudah Bintang tidak boleh marah-marah ya.” Kataku menenangkan.
“Coba dijelaskan ke Ibu tadi bagaimana Bintang nemu
pensilnya.” Tanyaku sambil
mengelus kepalanya. Anak yang lain mendengarkan.
“Tadi kan waktu aku ke bu guru buat minta nilai aku
liat pensil dilantai ya tak kira nggak ada yang punya terus aku ambil.” jawabnya.
“Begini ya nak. Ini bukan hanya untuk Bintang tapi juga
semuanya. Jika menemukan benda apapun dilantai langsung diberikan Bu Dina ya.
Takutnya itu punyanya temannya. Nanti kasian temannya cari-cari barangnya tapi
nggak ketemu. Paham ya anak-anak.”
Semua anak mengangguk-angguk tanda mengerti tak terkecuali Bintang.
Semenjak kejadian itu
setiap menemukan benda apapun Bintang dan anak-anak yang lain selalu memberikannya
padaku. Dan aku akan mengkonfirmasi benda milik siapa didepan kelas. Sehingga
kejadian seperti sebelumnya tidak terjadi lagi.
Ada salah satu kejadian yang sangat
aku ingat. Kala itu aku duduk didepan kelas sambil memperhatikan anak-anak
beristirahat. Bintang tiba-tiba duduk disampingku sambil minum es. Kucoba
mengajaknya mengobrol.
“Bintang kemarin kenapa kok nggak masuk? Belum ijin Bu
Dina loh.” tanyaku
“Loh bu guru nggak tau ta? Aku ini kemarin 2 hari
habis cuci darah.” jawabnya
“Cuci darah dimana ?” tanyaku coba menelisik.
“Di Rumah Sakit bu, Aku loh hari pertama antri
daftar buat liat kantong darahnya apa ada. Terus hari kedua baru transfusinya.”
jawabnya dengan santai.
“Bintang golongan darahnya apa ?” tanyaku.
“B Rhesus negatif.” jawabnya
“Bintang sakit sejak kelas berapa?”. tanyaku kembali.
“Dari sebelum sekolah sudah sakit bu. Aku loh bu kalau
lupa belum transfusi badanku lemes sampai gak bisa jalan harus pakek kursi
roda”. jawabnya.
Aku terkejut. Anak sekecil ini sudah merasakan sakit seperti ini. Jika dilihat secara kasat mata dia memang terlihat baik dan sehat. Ditambah sikapnya yang tidak bisa diam dikelas selalu berkeliling tanpa henti, jail layaknya anak sehat yang lain.
Dari pengalaman mengajar ini aku belajar banyak hal. Pertama, harus memiliki ilmu sabar. Sabar menghadapi sikap anak-anak yang beraneka ragam. Yang kedua telaten menghadapi mereka. Ketiga memberikan contoh yang baik karena anak adalah peniru ulung. Apapun yang kita lakukan akan ditirunya. Tidak hanya guru, orangtua pun juga sama memiliki andil yang cukup besar dalam proses penanaman sikap pada anak sejak dini. Keempat disiplin karena kita adalah contoh bagi mereka. Dan yang Kelima, mendoakan mereka agar menjadi anak yang sholeh-sholehah, serta segala cita-cita mereka tercapai. Semoga kita semua menjadi pribadi yang bijak dan baik dalam bersikap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar