Sore
ini cukup membuatku mampu berdiri disini sambil menatap langit yang cerah tanpa
mendung. Di tempat ini di depan pusara-pusara yang berjejar rapi, seolah
menyambut kedatanganku hari ini. Dengan segenggam bunga yang telah aku
persiapkan beserta satu buku berisi lantunan ayat suci al-qur’an, aku siap
menemui orang yang sangat aku hormati. Tak terlalu istimewa tapi aku selalu
menunggu momen-momen ini.
Sepuluh tahun lalu, aku masih mengingatnya. Sore itu, sama persis seperti sore ini cerah tanpa mendung. Di salah satu sudut taman kota, tepat di depan air mancur aku melamarmu. Dengan hanya berbekal cincin yang tak begitu mahal dan ungkapan tulus dari hatiku.
“Kinar,
mungkin aku bukanlah sosok pria yang kau dambakan, mungkin pula aku bukanlah sosok
yang mampu memberikanmu segalanya. Aku hanyalah pria dengan banyak kekurangan
karena sejatinya yang memiliki kesempurnaan hanya Allah SWT semata.
Tapi
satu hal yang perlu kamu tahu insya allah atas izin Allah SWT saya akan selalu
mencintaimu hingga rambut kita sama-sama memutih. Disaat sakit maupun sehat,
Disaat susah maupun senang, Disaat kondisi apapun. Jadi Maukah Kinar menjadi
ibu dari anak-anakku kelak ?”
Kau hanya mengangguk dan tersenyum tulus. Ingin rasanya aku memelukmu tapi segera aku singkirkan pikiran konyol itu karena aku tau, kau berbeda dari gadis kebanyakan. Dan hal inilah yang membuatku bertekuk lutut mencintaimu hingga detik ini.
“Kinar,
bolehkah saya menemui orang tua kamu ?”
“Boleh
mas dengan senang hati, tapi Bapak beberapa hari ini menginap dirumah mbak
,mas.”
“Tidak
masalah. Hari ini saya ingin menemui ibu kamu dulu bisa ?”
“Bisa
mas, Insyaallah.”
Sepanjang
perjalanan kau hanya tersenyum tanpa menunjukkan sedikitpun raut wajah sedihmu.
Hingga sampailah disini di tempat ini. Di tempat yang aku datangi saat ini. Aku yang kala itu tak mengerti apapun tentang ini. Hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Hingga rasa keingintahuanku yang menggunung memaksaku untuk bertanya padamu.
“Kenapa
kita kesini Kinar?”
Kau
hanya tersenyum sambil menggenggam tanganku , Menuntunku ke depan sebuah pusara
tepat di bawah bunga kamboja besar yang melindunginya.
“Bukankah
mas ingin bertemu ibu ? ini, ibu berada disini.”
Kau menunjuk pusara itu sambil tersenyum. Aku hanya bisa diam menatapnya nanar. tak mengatakan sepatah kata pun, lidahku kelu. Pikiranku terlalu kacau.
“Ibu
ini Mas Danar ingin bertemu dengan ibu.” bisikmu dengan suara serak.
Sambil
menahan air mata yang hampir menetes aku berjongkok tepat di depan pusara ini.
“Ibu
bolehkah saya menikahi anak ibu?”
Hanya
kata itu yang mampu keluar dari bibir ini. Dan berakhir dengan suara tangis
yang tertahan.
Kau membantuku berdiri.
“Ibu
sudah lama disini semenjak aku masih SMA.” ujarmu.
Aku
hanya mampu menggenggam tanganmu dan berikrar dalam hati untuk terus menggenggammu
dan melindungimu hingga tua nanti. Disini di depan pusara ibumu aku berjanji.
Aku melangkahkan kaki untuk meninggalkan pemakaman, dan seketika ponselku bergetar.
Aku melangkahkan kaki untuk meninggalkan pemakaman, dan seketika ponselku bergetar.
“Sayang
selamat ulang tahun pernikahan! Cepat pulang aku telah menyiapkan makanan lezat
untuk malam ini.”
Aku tersenyum lebar
sebelum akhirnya membalas suara istriku, Kinar dengan kata-kata manis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar