Minggu, 05 April 2015

MENGGENGGAMMU




Sore ini cukup membuatku mampu berdiri disini sambil menatap langit yang cerah tanpa mendung. Di tempat ini di depan pusara-pusara yang berjejar rapi, seolah menyambut kedatanganku hari ini. Dengan segenggam bunga yang telah aku persiapkan beserta satu buku berisi lantunan ayat suci al-qur’an, aku siap menemui orang yang sangat aku hormati. Tak terlalu istimewa tapi aku selalu menunggu momen-momen ini.

Sepuluh tahun lalu, aku masih mengingatnya. Sore itu, sama persis seperti sore ini cerah tanpa mendung. Di salah satu sudut taman kota, tepat di depan air mancur aku melamarmu. Dengan hanya berbekal cincin yang tak begitu mahal dan ungkapan tulus dari hatiku.
“Kinar, mungkin aku bukanlah sosok pria yang kau dambakan, mungkin pula aku bukanlah sosok yang mampu memberikanmu segalanya. Aku hanyalah pria dengan banyak kekurangan karena sejatinya yang memiliki kesempurnaan hanya Allah SWT semata.
Tapi satu hal yang perlu kamu tahu insya allah atas izin Allah SWT saya akan selalu mencintaimu hingga rambut kita sama-sama memutih. Disaat sakit maupun sehat, Disaat susah maupun senang, Disaat kondisi apapun. Jadi Maukah Kinar menjadi ibu dari anak-anakku kelak ?”

Kau hanya mengangguk dan tersenyum tulus. Ingin rasanya aku memelukmu tapi segera aku singkirkan pikiran konyol itu karena aku tau, kau berbeda dari gadis kebanyakan. Dan hal inilah yang membuatku bertekuk lutut mencintaimu hingga detik ini.
“Kinar, bolehkah saya menemui orang tua kamu ?”
“Boleh mas dengan senang hati, tapi Bapak beberapa hari ini menginap dirumah mbak ,mas.”
“Tidak masalah. Hari ini saya ingin menemui ibu kamu dulu bisa ?”
“Bisa mas, Insyaallah.”
Sepanjang perjalanan kau hanya tersenyum tanpa menunjukkan sedikitpun raut wajah sedihmu.

Hingga sampailah disini di tempat ini. Di tempat yang aku datangi saat ini. Aku yang kala itu tak mengerti apapun tentang ini. Hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Hingga rasa keingintahuanku yang menggunung memaksaku untuk bertanya padamu.
“Kenapa kita kesini Kinar?”
Kau hanya tersenyum sambil menggenggam tanganku , Menuntunku ke depan sebuah pusara tepat di bawah bunga kamboja besar yang melindunginya.
“Bukankah mas ingin bertemu ibu ? ini, ibu berada disini.”

Kau menunjuk pusara itu sambil tersenyum. Aku hanya bisa diam menatapnya nanar. tak mengatakan sepatah kata pun, lidahku kelu. Pikiranku terlalu kacau.
“Ibu ini Mas Danar ingin bertemu dengan ibu.” bisikmu dengan suara serak.
Sambil menahan air mata yang hampir menetes aku berjongkok tepat di depan pusara ini.
“Ibu bolehkah saya menikahi anak ibu?”
Hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir ini. Dan berakhir dengan suara tangis yang tertahan.

Kau membantuku berdiri.
“Ibu sudah lama disini semenjak aku masih SMA.” ujarmu.
Aku hanya mampu menggenggam tanganmu dan berikrar dalam hati untuk terus menggenggammu dan melindungimu hingga tua nanti. Disini di depan pusara ibumu aku berjanji.

 Aku melangkahkan kaki untuk meninggalkan pemakaman, dan seketika ponselku bergetar.
“Sayang selamat ulang tahun pernikahan! Cepat pulang aku telah menyiapkan makanan lezat untuk malam ini.”
Aku tersenyum lebar sebelum akhirnya membalas suara istriku, Kinar dengan kata-kata manis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar