Jumat, 03 Juli 2015

CEMBURU ?



             


      Aku meneguk minuman dingin dari botol hingga habis. Segar sekali rasanya. Panas dalam hatiku yang semula membara seolah membakar hati ini, perlahan meredup bahkan mati. Entah ada apa dengan diriku aku pun tak mengerti. Semua berawal karena melihat mereka. Ya, Mas Andi dan Mei saling bertatapan dan berbicara. Membicarakan topik yang hanya mereka yang mengerti. Hah, rasanya tak tahan aku melihatnya. Ditambah lagi harus mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Mei dengan nada manjanya itu. Ingin rasanya aku sumpal mulutnya itu dengan kertas gagal print yang menggunung disisi kananku saat ini. Beruntung otak warasku ini masih berfungsi dengan normal sehingga aku tak perlu melakukan hal gila seperti itu.
“Ah, Pokoknya aku nggak mau. Mas aja yang bawa.”
Suara Mei yang terdengar kembali di telingaku.
“Begini dek, Mas nitip uang ini ke kamu saja ya. Soalnya besok Mas Andi nggak bisa kesini. Ada urusan.”
“Pokoknya nggak mau, Mas berikan langsung saja ke Mbak Kiki.”
Mei berujar kembali dengan nada manja yang memuakkan.
Aku membuang napas malas mendengarkan perdebatan mereka yang tak bermutu itu. Tiba-tiba Diani sahabatku mencubit tanganku. Sontak aku menoleh padanya dengan mata melotot.
“APA?” kataku dengan suara lantang.
Semua yang ada dalam ruangan itu terkejut termasuk Mas Andi dan Mei yang sejak tadi berdebat tanpa henti langsung bungkam dan menatap kearah kami berdua.
Diani meringis menatap semua orang yang menatap kami.
“Maaf, Maaf.” Ujarnya.
Aku sendiri hanya menatap mereka acuh. Dengan secepat kilat Diani menatapku menggerakkan bola matanya seolah mengisyaratkan padaku untuk keluar ruangan. Aku menanggapinya dengan gelengan kepala. Tanpa persetujuan dariku Diani langsung menyeret tanganku keluar ruangan.

“Ada apa sih Di ?”
“Aku merhatiin kamu lo Na, dari tadi.”
“Terus?”
“Sekarang kamu jujur deh sama aku. Kamu cemburu kan ?”
“Cemburu ? maksudnya ? sama siapa ? jangan ngaco deh.”
“Mas Andi dan Mei.”
“Diani sejak awal kan aku sudah pernah bilang hanya KAGUM, Ingat KAGUM. Oke”
Aku menepuk jidatnya.
“Awwww” Diani mengerang keras.
“Kirana sayang jujur sajalah padaku, Aku melihatnya. Melihat kobaran api kecemburuan yang tercetak jelas di matamu itu.”
Diani mengeluarkan bahasa puitisnya.
“Halah.” Aku mengibaskan tanganku di depan matanya dan ngeloyor pergi.
Tak kuhiraukan teriakan-teriakan Diani yang memanggil namaku. Disaat seperti ini mungkin hal yang paling tepat untuk dilakukan adalah makan. Daripada harus kembali ke dalam ruangan itu. Dan harus melihat pemandangan yang tak indah sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar